Cara Pemkot Mencegah Muncul nya Klaster Baru Pada Saat Menanggulangi Bencana Alam di Era Pandemi Ini

Jakarta - Kebencanaan adalah keniscayaan bagi Indonesia karena posisi geografis maupun iklim tropis yang melekat didalamnya.

Gunung meletus, gempa bumi, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, hingga tsunami adalah potensi yang cukup sering muncul intensitasnya. Belum lagi kebakaran hutan, serta bencana kesehatan seperti pandemi infection Corona juga berpotensi besar mengingat populasi serta kepadatan penduduk Indonesia yang cukup besar.

Bahkan baru-baru ini, banjir bandang juga kembali terjadi Desa Bulukerto, Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Lantas bagaimana penanganan bencana di masa pandemi COVID-19 ini?

Radian Jadid Ketua Pelaksana Program Pendamping Keluarga Pasien COVID-19 RS Lapangan Indrapura Surabaya mengatakan, di age pandemi ini ada yang harus menjadi perhatian tersendiri dalam penanganan kebencanaan, yaitu pelaksanaan protokol kesehatan dalam mengantisipasi merebaknya COVID-19.

"Sudah menjadi hal umum yang sulit dihindarkan saat kebencanaan, yaitu terabaikannya pelaksanaan protokol kesehatan tidak saja oleh para korban terdampak dari sebuah bencana, namun juga dijalani oleh para petugas dan relawan kebencanaan.

Dengan semangat kemanusiaan dan bergerak dalam memberikan pertolongan, sering kali di lapangan mereka masih dalam kerumunan dan lupa atau hanya mengenakan masker sekenanya," kata Jadid pada Basra, Senin (8/11).

Selain kapasitas dan kompetensi dalam kerelawanan, syarat bebas covid yang diwujudkan dalam bentuk negatif hasil swab antigen maupun PCR belum banyak menjadi syarat. Apalagi dalam waktu tanggap darurat 1-2 hari sesaat setelah kejadian bencana.

Penangan standar pada masyarakat yang tedampak bencana biasanya meliputi penyediaan tempat pengungsian, pembuatan dapur umum, penyediaan posko relawan, posko kesehatan, pembersihan lokasi dan penanganan fisik terdampak.

Beberapa hal yang perlu dicermati di antaranya bahwa habbit atau kebiasaan masyarakat yang menghindari tempat pengungsian terpusat dan lebih memilih tinggal di rumah saudara atau pengurus RT/RW serta menggunakan masjid/balai desa untuk tempat berteduh sementara.

Preconception tempat pengungsian kurang terurus, MCK sulit, tidak nyaman dan sebagainya masih dipegang oleh sebagian besar masyarakat. Sementara bagi pengampu penanganan bencana, tempat berkumpul pengungsi yang terpusat lebih mudah dalam pengelolaan dan distribusi bantuannya. Hal penanganan kesehatan bagi korban bencana juga perlu dicermati.

"Mereka yang mengalami kendala khusus seperti para penyandang difabel, haruslah mendapatkan penangan tersendiri. Paran pengidap penyakit inveksius dan menular seperti TBC, dan lain harus dipisahkan dan mendapatkan layanan intesif, sehingga tidak berpotensi menularkan pada korban bencana lainnya," jelas Jadid.

"Apalagi di masa pandemi COVID-19 ini juga harus menjadi salah satu protap penangan korban bencana, mengenai pendataan mereka terkait vaksinasi dan paparan COVID-19. Mereka yang belum divaksinasi baik tahap 1 maupun 2 bisa difasilitasi dan disediakan layanan vaksinasi dari faskes terdekat," tambahnya.

Selain itu, sanitasi sekitar kawasan terdampak bencana menjadi hal urgen dan menjadi perhatian khusus. Banyaknya bangkai hewan tidak boleh dibiarkan, harus dikubur di tempat yang jauh dari sumber air untuk menghindari lalat, penyakit yang ditimbulkannya serta mengkontaminasi air.

Kebutuhan air besih baik untuk MCK maupun masak dan air minum juga menjadi hal yang mendesak dan serta merta dipenuhi. Pasokan dari PDAM melalui mobil-mobil tangki, penyediaan tandon-tandon portabel akan sangat membantu pemenuhan kebutuhan tersebut.

"Dengan memperhatiakan penangan bidang kesehatan tanpa mengesampingkan penanganan urgen bidang lainnya, harapannya masyarakat terdampak bencana segera mendapatkan bantuan dan layanan terbaik untuk kelangsungan hidup mereka.

Jangan sampai menjadi kawasan terdampak bencana lanjutan atau bahkan menjadi klaster baru penularan COVID-19. Untuk itu, pemberlakuan dan penerapan protokol kesehatan 6M serta konsistensi pelaksanaan 3T mutlak dijalankan termasuk dalam wilayah penanggulangan kebencanaan. Semoga kawasan bencana tidak menjadi klaster baru COVID-19," pungkasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Para Ahli Arkeoligi Berhasil Menemukan Sedotan Bir Tertua di Dunia, Muncul Sebelum Zaman Nabi

Aksi Kudeta di Sudan Berujung Bentrok dan Memakan Korban 12 Warga Sipil Mengalami Luka